Sabtu, 06 September 2014

Diposting oleh Irfannobi98

Kisah Turis Prancis ini Jadi Penggali Sumur di Sumba

Beberapa tahun lalu sebuah kapal pesiar dari Bali  mengunjungi Pulau Sumba. Andre Graff, turis asal Prancis terkesan dengan pulau yang terkenal karena kuda dan padang savana ini. Di tahun 2004 ia kembali lagi untuk berkeliling lebih jauh, memotret kehidupan di sana.

Banyak orang Sumba yang menjadi model dalam fotonya dijanjikan Graff, bahwa ia akan mengirim hasilnya setelah pulang ke Prancis. Saat kembali ke negara asal, pengusaha wisata sekaligus penerbang udara panas (hot air balloon) ini mencetak foto-foto hasil perjalanannya ke Sumba.
Kemudian ia sadar, foto-foto itu tak akan sampai ke alamat kalau dikirim melalui pos. Sebab banyak daerah yang dia datangi begitu terpencil, tidak tersentuh pembangunan, tak ada jalan, apalagi memiliki alamat.

Setahun kemudian ia pun kembali ke Sumba dan berkeliling pulau lagi untuk menyerahkan foto-foto yang ia rasa sebagai utangnya. Ternyata ia begitu terkesan pada alam, masyarakat, dan kebudayaan Sumba yang tetap mereka pegang. Di sisi lain perasaan ibanya muncul karena alam yang tidak mendukung menyebabkan rakyat menderita. Ia terpanggil untuk berbuat sesuatu.


Sebagai pulau penuh padang savana, Sumba begitu kering. Air susah di tempat ini. Graff pun mulai berikhtiar mencari sumber air. Begitu ketemu, ia meminta bantuan masyarakat setempat untuk menggali dengan peralatan seadanya.

Tidak langsung berhasil, memang. Benar-benar trial and error. Tapi begitu sumber air ketemu dan air memancar, kebahagiaan bagai tak terperi.

Sumur dalam bentuk yang sederhana memerlukan biaya sekitar Rp10 juta. Mula-mula biaya keluar dari kantong Graff sendiri, dari tabungan dan hasil persewaan rumahnya di Prancis.

Tapi lama-lama, sumur harus makin besar dan harus dipompa dengan mesin dan ditampung. Biayanya bisa puluhan, bahkan ratusan juta. Malah untuk jenis yang bagus, dengan pompa berkualitas buatan Jerman yang digerakkan dengan tenaga Matahari, membangun rumah beratap untuk menyimpan bak penampungan, dan jalur distribusi melalui pipa-pipanya, biayanya bisa mencapai Rp700 juta.


Graff pun mengontak dan mendatangi para donatur, juga meminta bantuan peralatan dari perusahaan jasa air minum di Jakarta.

"Sampai sekarang sudah terbangun 29 sumur di seuruh Sumba," kata Andre. Kini, ia sudah hidup layaknya masyarakat asli Sumba. Tinggal di dalam bilik, makan dari hasil bumi setempat, hingga menanam tembakau sendiri. Perjuangannya tidak berhenti. Ia melanjutkan kiprahnya dengan menggali dan terus menggali sumur di seantero Pulau Sumba.

0 komentar:

Posting Komentar